Minggu, 30 Oktober 2016

SEJARAH KOPERASI INDONESIA DARI BAPAK SARBINI – ANAK AGUNG NGURAH PRAYOGA (1968-sekarang)

Sesuai tuntutan situasi tahun 1968 —  pasca peristiwa kudeta G-30-S/PKI –, urusan koperasi dikendalikan Menteri Transmigrasi dan Koperasi M. Sarbini. Pada saat-saat itu merupakan periode pelaksanaan Undang-Undang No. 12, Tahun 1967 dan masa pelaksanaan proses rehabilitasi koperasi dalam penyesuaian Undang-Undang Perkoperasian yang baru.
1.      Koperasi pada Zaman Orde Baru Hingga Sekarang

Zaman Orde baru pun dimulai. Dibawah kepemimpinan Jendral Soeharto, koperasi stabil, dan mendapat banyak sanjungan dari masyarakat. Berikut perkembangan koperasi di Indonesia dari Zaman Orde Baru hingga Sekarang.
1.      Tanggal 18 Desember 1967, Presiden Soeharto mengesahkan UU Koperasi No. 12 Tahun 1967 sebagai pengganti UU No. 14 Tahun 1965.
2.      Tahun 1969, disahkan Badan Hukum terhadap badan kesatuan Gerakan Koperasi Indonesia (GERKOPIN).
3.      Tanggal 9 Februari 1970, dibubarkannya GERKOPIN, dan sebagai penggantinya dibentuk Dewa Koperasi Indonesia (DEKOPIN).
4.      Tanggal 21 Oktober 1992, disahkan UU No. 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian, undang - undang ini merupakan landasan yang kokoh bagi koperasi Indonesia di masa yang akan datang.
5.      Tahun 2000 hingga sekarang, perkembangan koperasi di Indonesia cenderung stabil.
2.      Sejarah Menteri Yang Pernah Menjabat

1. Menteri        : Sarbini
     Kabinet      : Pembangunan-I
     Periode       : 06 Juni 1968 - 28 Maret 1973

2. Menteri        : Prof. DR. Subroto
     Kabinet      : Pembangunan-II
     Periode       : 28 Maret 1973 - 28 Maret 1978

3. Menteri        : Drs. Radius PRawiro
     Kabinet      : Pembangunan-III
     Periode       : 29 Maret 1978 - 19 Maret 1983

4.      Menteri      : Bustanil Arifin
Kabinet     : Pembangunan-IV
Periode      : 19 Maret 1988 - 21 Maret 1988

5.      Menteri      : Bustanil Arifin
Kabinet     : Pembangunan-V
Periode      : 21 Maret 1988 - 17 Maret 1993

6.      Menteri      : Drs. Subiakto Tjakrawerdaya
Kabinet     : Pembangunan-VI
Periode      : 17 Maret 1993 - 16 Maret 1998

7.      Menteri      : Drs. Subiakto Tjakrawerdaya
Kabinet     : Pembangunan-VII
Periode      : 16 Maret 1998 - 21 Mei 1998

8.      Menteri      : Adi Sasono
Kabinet     : Reformasi Pembangunan
Periode      : 23 Mei 1998 - 20 Oktober 1999

9.      Menteri      : Drs. Zarkasih Nur
Kabinet     : Persatuan Nasional
Periode      : 23 Oktober 1999 - 09 Agustus 2001

10.  Menteri      : H. Alimarwan Hanan, SH
Kabinet     : Gotong Royong
Periode      : 09 Agustus 2001 - 21 Oktober 2004

11.  Menteri      : Suryadharma Ali
Kabinet     : Indonesia Bersatu
Periode      : 21 Oktober 2004 - Saat ini

3.      Kronologis Lembaga Yang Menangani Pembinaan Koperasi Pada Saat Itu Adalah Sebagai Berikut :

1.      Tahun 1968

Kedudukan Direktorat Jenderal Koperasi dilepas dari Departemen Dalam Negeri, digabungkan kedalam jajaran Departemen Transmigrasi dan Koperasi, ditetapkan berdasarkan :
·         Keputusan Presiden Nomor 183 Tahun 1968 tentang Susunan Organisasi Departemen.
·         Keputusan Menteri Transmigrasi dan Koperasi Nomor 120/KTS/ Mentranskop/1969 tentang Kedudukan Tugas Pokok dan Fungsi Susunan Organisasi berserta Tata Kerja Direktorat Jenderal Koperasi. Menjabat sebagai Menteri Transkop adalah M. Sarbini, sedangkan Dirjen Koperasi tetap Ir. Ibnoe Soedjono.
2.      Tahun 1974

Direktorat Jenderal Koperasi kembali mengalami perubahan yaitu digabung kedalam jajaran Departemen Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi, yang ditetapkan berdasarkan :
·         Keputusan Presiden Nomor 45 Tahun 1974 tentang Susunan Organisasi Departemen Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi.
·         Instruksi Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi Nomor : INS-19/MEN/1974, tentang Susunan Organisasi Direktorat Jenderal Koperasi tidak ada perubahan (tetap memberlakukan Keputusan Menteri Transmigrasi Nomor : 120/KPTS/Mentranskop/1969) yang berisi penetapan tentang Susunan Organisasi Direktorat Jenderal Koperasi.
Menjabat sebagai Menteri adalah Prof. DR. Subroto, adapun Dirjen Koperasi tetap Ir. Ibnoe Soedjono.

3.      Tahun 1978

Direktorat Jenderal Koperasi masuk dalam Departemen Perdagangan dan Koperasi, dengan Drs. Radius Prawiro sebagai Menterinya. Untuk memperkuat kedudukan koperasi dibentuk puia Menteri Muda Urusan Koperasi, yang dipimpin oleh Bustanil Arifin, SH. Sedangkan Dirjen Koperasi dijabat oleh Prof. DR. Ir. Soedjanadi Ronodiwiryo.

4.      Tahun 1983

Dengan berkembangnya usaha koperasi dan kompleksnya masalah yang dihadapi dan ditanggulangi, koperasi melangkah maju di berbagai bidang dengan memperkuat kedudukan dalam pembangunan, maka pada Kabinet Pembangunan IV Direktorat Jenderal Koperasi ditetapkan menjadi Departemen Koperasi, melalui Keputusan Presiden Nomor 20 Tahun 1983, tanggal 23 April 1983.

5.      Tahun 1991

Melalui Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 1991, tanggal 10 September 1991 terjadi perubahan susunan organisasi Departemen Koperasi yang disesuaikan keadaan dan kebutuhan.

6.      Tahun 1992

Diberlakukan Undang-undang Nomor : 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, selanjutnya mancabut dan tidak berlakunya lagi Undang-undang Nomor: 12 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perkoperasian.

7.      Tahun 1993

Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor : 96 Tahun 1993, tentang Kabinet Pembangunan VI dan Keppres Nomor 58 Tahun 1993, telah terjadi perubahan nama Departemen Koperasi menjadi Departemen Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil. Tugas Departemen Koperasi menjadi bertambah dengan membina Pengusaha Kecil. Hal ini merupakan perubahan yang strategis dan mendasar, karena secara fundamental golongan ekonomi kecil sebagai suatu kesatuan dan keseluruhan dan harus ditangani secara mendasar mengingat yang perekonomian tidak terbatas hanya pada pembinaan perkoperasian saja.

8.      Tahun 1996

Dengan adanya perkembangan dan tuntutan di lapangan, maka diadakan peninjauan kembali susunan organisasi Departemen Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil, khususnya pada unit operasional, yaitu Ditjen Pembinaan Koperasi Perkotaan, Ditjen Pembinaan Koperasi Pedesaan, Ditjen Pembinaan Pengusaha Kecil. Untuk mengantisipasi hal tersebut telah diadakan perubahan dan penyempurnaan susunan organisasi serta menomenklaturkannya, agar secara optimal dapat menampung seluruh kegiatan dan tugas yang belum tertampung.

9.      Tahun 1998

Dengan terbentuknya Kabinet Pembangunan VII berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor : 62 Tahun 1998, tanggal 14 Maret 1998, dan Keppres Nomor 102 Thun 1998 telah terjadi penyempurnaan nama Departemen Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil menjadi Departemen Koperasi dan Pengusaha Kecil, hal ini merupakan penyempurnaan yang kritis dan strategis karena kesiapan untuk melaksanakan reformasi ekonomi dan keuangan dalam mengatasi masa krisis saat itu serta menyiapkan landasan yang kokoh, kuat bagi Koperasi dan Pengusaha Kecil dalam memasuki persaingan bebas/era globalisasi yang penuh tantangan.

10.  Tahun 1999

Melalui Keppres Nomor 134 Tahun 1999 tanggal 10 November 1999 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Menteri Negara, maka Departemen Koperasi dan PK diubah menjadi Menteri Negara Koperasi dan Pengusaha Kecil dan Menengah.

11.  Tahun 2000

a)      Berdasarkan Keppres Nomor 51 Tahun 2000 tanggal 7 April 2000, maka ditetapkan Badan Pengembangan Sumber Daya Koperasi dan Pengusaha Kecil Menengah.
b)      Melalui Keppres Nomor 166 Tahun 2000 tanggal 23 November 2000 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen. maka dibentuk Badan Pengembangan Sumber Daya Koperasi dan Pegusaha Kecil dan Menengah (BPS-KPKM).
c)      Berdasarkan Keppres Nomor 163 Tahun 2000 tanggal 23 November 2000 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Menteri Negara, maka Menteri Negara Koperasi dan PKM diubah menjadi Menteri Negara Urusan Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah.
d)     Melalui Keppres Nomor 175 Tahun 2000 tanggal 15 Desember 2000 tentang Susunan Organisasi dan Tugas Menteri Negara, maka Menteri Negara Urusan Koperasi dan UKM diubah menjadi Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah.

12.  Tahun 2001

a)      Melalui Keppres Nomor 101 Tahun 2001 tanggal 13 September 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Menteri Negara, maka dikukuhkan kembali Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah.
b)      Berdasarkan Keppres Nomor 103 Tahun 2001 tanggal 13 September 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Non Pemerintah, maka Badan Pengembangan Sumber Daya Koperasi dan Pengusaha Kecil Menengah dibubarkan.
c)      Melalui Keppres Nomor 108 Tahun 2001 tanggal 10 Oktober 2001 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Menteri Negara, maka Menteri Negara Koperasi dan UKM ditetapkan membawahi Setmeneg, Tujuh Deputi, dan Lima Staf Ahli. Susunan ini berlaku hingga tahun 2004 sekarang ini.

4.      Kiprah Orde Baru

Seusai Pak Harto dilantik menjadi Presiden RI ke II pada 27 Maret 1968, merupakan awal berkiprahnya Pemerintahan  Orde Baru. Program utamanya, melakukan pemulihan ekonomi dengan mengatasi inflasi yang mencapai 650% serta hutang luar negeri sebesar US$. 2,5 miliar. Maka diibentuklah Kabinet Pembangunan I, terdiri dari  para ahli ekonomi, kalangan universitas dan dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).
            Mencermati Undang-Undang Perkoperasian yang baru itu, Pak Harto memiliki tahapan konsep pembangunan ekonomi rakyat terpadu. Bermakna kebersamaan dalam mengisi roda pembangunan. Melalui kebijakan Pemerintahan Orde Baru, Gerakan Koperasi Indonesia kembali pada azas dan sendi dasar. Koperasi dibangun sebagai usaha bersama berdasarkan azas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi. Pembangunan koperasi merupakan tugas dan tanggungjawab Pemerintah dan seluruh rakyat Indonesia. Dalam konstalasi pembangunan nasional, memimpin Pemerintahan Orde Baru, perhatian Presiden Soeharto tidak hanya tertumpah pada pembangunan politik dan ekonomi secara umum, tetapi secara khusus beliau sepenuhnya memberikan perhatian kepada pembangunan koperasi.
Sesuai Undang-Undang No.12, Tahun 1967, merupakan saat-saat merehabilitasi koperasi-koperasi agar sejalan dengan undang-undang baru tersebut. Maka periode tahun 1967/1968, pemerintah secara cermat melakukan rehabilitasi dan konsolidasi terhadap koperasi berdasarkan prinsip-prinsip yang sesuai dengan jatidirinya. Terbentuknya Koperasi Unit Desa (KUD) adalah gagasan orisinal Pak Harto. Selanjutnya, perkembangan koperasi di Indonesia merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pembangunan nasional Bangsa Indonesia, sebagai komitmen Pak Harto untuk mensejahterakan rakyatnya.

5.      Perjalanan Incoqnito Pertama

pada tahun 1970, Presiden Soeharto melakukan perjalanan incognito pertamanya. Serangkaian kunjungan dilakukannya untuk mengetahui secara langsung kemajuan para petani di pedesaan dan tentunya ingin menyaksikan perkembangan program Bimbingan Massal. Dalam perjalanan incoqnito tersebut beberapa rekan wartawan senior turut serta. Diantaranya, Soedjarwo dari RRI,  Patti Rajawane dari LKBN Antara, Willy Karamoy (alm) dari TVRI serta beberapa rekan lainnya (baca buku berjudul Incoqnito yang ditulis oleh Sdr. Mahpudi).
Perjalanan incoqnito Presiden Soeharto, sebagai wacana untuk melakukan monitoring terhadap hasil kinerja para pembantunya (pelaksana kebijakan Presiden), seperti yang telah terurai di atas. Bahwa dalam perjalanan tersebut beliau menemui para ulama di beberapa Pondok Pesantren, mereka adalah bagian dari rakyat Indonesia. Apalagi mayoritas penduduk kita menganut agama Islam, yang dibeberapa pondok pesantren telah terbangun koperasi. Seperti Pondok Pesantren Moderen Gontor, sejak tahun 1953 telah memiliki koperasi. Selain itu juga sebagai wahana mendekatkan diri dengan masyarakat, pasca terjadinya kudeta G-30-S/PKI. Di mana sebagian rakyat di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan di Pulau Dewata (Bali) masih terhempas dari peristiwa berdarah tersebut. Pak Harto ingin memastikan keamanan, situasi dan kondisi di pedesaan sudah kondusif untuk melanjutkan pembangunan nasional melalui sektor pertanian yang ditopang oleh koperasi.

6.      Pimpinan Yang Cermat

Ashari Danudirjo dari Menteri Perindustrian Tekstil Kabinet 100 Menteri) menjadi Menteri Perdagangan dan Koperasi yang ditugasi merancang Undang-Undang No.12, tahun 1967, Tentang Perkoperasian. Setelah itu dijadikan Duta Besar RI untuk Jepang. Pengangkatan Ashari menjadi Duta Besar mempunyai makna strstegis, terkandung missi mempercepat pelaksanaan bantuan Jepang dalam kerangka alih teknologi pertanian.
Kita mengenal Ashari Danudirjo, Basuki Rahmat dan M. Sarbini, ketiga menteri tersebut perwira tinggi berasal dari TNI-AD, yang diberi tanggungjawab menangani perkoperasian. Periode tahun itu, pasca terjadinya kupdeta G-30-S/PKI, kondisi keamanan dalam negeri masih sangat rawan. Sehingga konsep pembangunan perlu dikawal oleh individu-individu yang diyakini loyal dan tidak disangsikan pengabdiannya terhadap Pancasila dan Sapta Marga. Di sini saya melihat, Pak Harto tidak ingin mengambil resiko terhadap perencanaan pembangunan sektor pertanian dan koperasi sebagai landasan utama dalam pembangunan nasional. Demikian pula dibentuknya Badan Urusan Logistik (BULOG), untuk pertama kalinya, Kepala BULOG dijabat Achmad Tirtosudiro yang pernah menjadi Direktur Jendral Koperasi di bawah Menteri Ashari, adalah seorang pewira tinggi TNI-AD.

7.      Krisis Pangan

Krisis pangan yang terjadi di Indonesia tahun 1972/1973, membawa Indonesia menjadi pengimpor beras terbesar di dunia. Oleh karena itu, ketika harga minyak melonjak Pak Harto segera menginstruksikan agar pendapatan ekspor minyak itu juga bisa dipergunakan untuk membangun gudang-gudang sarana produksi pertanian. Juga memperbaiki serta membuat jalan-jalan, sarana transportasi ditingkatkan serta menata sistim kerja yang lebih efesien. Selanjutnya Pemerintahan Orde Baru mengeluarkan Inpres No. 2, Tahun 1978, yang memberikan kebebasan kepada BUUD/KUD untuk melakukan berbagai kegiatan ekonomi yang dimilki daerah pedesaan.
Presiden Soeharto kemudian menampilkan Bustanil Arifin yang dijadikan Menteri Muda Urusan Koperasi merangkap Kepala BULOG. Duet Radius Prawiro sebagai Menteri Perdagangan dan Koperasi serta Bustanil Arifin menghasilkan pertumbuhan serta perkembangan perkoperasian Indonesia melejit. Berbagai kebijaksanaan meluncur dan BULOG pun segera membangun gudang-gudangnya secara bertahap, sesuai acuan REPELITA. Namun berbagai kendala menghadang pada awal tugas Bustanil (1978), ternyata koperasi-koperasi itu terlalu besar  bergerak dalam aspek sosialnya. Aspek sosial terlalu menojol, sehingga lupa pada aspek-aspek ekonomi, aspek usaha  yang diperlukan sebagai suatu organisasi yang melaksanakan bisnisnya. Terkadang dalam koperasi, kala itu tidak ada bisnisnya.
Setelah melalui perombakan di tangan Menteri Muda Koperasi, Koperasi Unit Desa bisa menjangkau seluruh sendi-sendi kehidupan rakyat. Pertanian (dari gabah, pupuk, obat-obatan hingga sistim irigasi), perikanan (nelayan hingga tempat pelelangan ikan), peternakan (hingga penghasil susu sapi & kambing), ayam, produk telur ayam, usaha listrik, pertambangan, simpan-pinjam, tahu-tempe dan masih banyak lagi. Bahkan di Timor-Timur (kini Timor Leste) provinsi termuda di Indonesia itu, KUD bisa berkembang cepat. Pelaksanaan tataniaga kopi sebagai hasil utama setempat, sudah bisa ditangani oleh KUD.
8.      Peningkatan Peran Koperasi
Peranan KUD dalam menunjang peningkatan pangan (beras) menjadi sangat menonjol pada Pelita III (1979-1984). Dalam periode Pelita III ini penekankan lebih menonojol di segi pemerataan, yang dikenal sebagai Delapan Jalur Pemerataan.
Peranan KUD di daerah transmigrasi tak terlepas dari upaya pembangunan daerah baru dalam mencapai kemandiriannya. Koperasi Unit Desa berhasil menjadi pendorong ekonomi daerah-daerah tersebut dalam memenuhi kebutuhan pokok, menyalurkan sarana produksi, mendirikan warung serba ada, menyalurkan Kredit Candak Kulak (KCK), menyewakan sarana transportasi dan alat-alat pertanian serta pengadaan listrik. Peranan KUD berhasil mendukung para transmigran di daerah PIR-Trans, sehingga banyak petani yang bisa menjadi kaya. Di sini terbukti bahwa secara umum, pada dasarnya koperasi selalu mengemban missi sebagai “agent of development”.
Pada Pelita IV, koperasi sudah makin berkembang dan memerlukan dukungan kebijakan untuk memperluas peluang usahanya. Presiden Soeharto menyempurnakannya melalui Instruksi Presiden No. 4, Tahun 1984, Tentang Pembinaan dan Pengembangan untuk lebih mendorong KUD menjadi koperasi pedesaan yang serba usaha serta lebih mampu menjadi wahana ekonomi masyarakat pedesaan sesuai potensi yang dimiliki desa dan anggotanya. Instruksi Presiden tersebut menggantikan Inpres No. 2, Tahun 1978.
Selanjutnya, agar koperasi mampu berperan sebagai sokoguru perekonomian nasional, pemerintah mengatur kembali  ketentuan tentang Perkoperasian di Indonesia melalui Undang-Undang sebagai pengganti Undang-Undang No.12, Tahun 1967, Tentang Pokok-Pokok Perkoperasian. Pemerintah kemudian menerbitkan Undang-Undang No. 25, Tahun 1992, tentang Perkoperasian. Terbitnya Undang-Undang No.25, Tanggal 21 Oktober, Tahun 1992, Tentang Perkoperasian, lebih memperkokoh kedudukan Koperasi dalam percaturan perekonomi Nasional. Undang-Undang ini mempertegas fungsi dan peran Koperasi. Antara lain berperan aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat serta memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai sokogurunya.

9.      Perhatian Terhadap Kemelut Koperasi

Secara konsisten Pak Harto segera turun tangan menyelamatkan GKBI. Pemerintah membentuk care taker (pengurus sementara) yang ditugasi mengatasi kesulitan tersebut. Tahun 1989, kemelut GKBI mulai tertanggulangi dan tahun 1993 mulai melakukan diversifikasi usaha. Pada akhirnya bekerjasama dengan pihak swasta dalam negeri, GKBI mampu mendirikan Wisma GKBI terdiri dari 37 lantai, yang berdiri megah di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta.

10.   Memacu Kepentingan Rakyat

Pada Kabinet Pembangunan VI (1994-1999), pemerintah terus melanjutkan pengembangan koperasi. Selain memperbaharui Undang-Undang Perkoperasian (1992), Pemerintah juga menerbitkan Undang-Undang  No.9, Tahun 1995, Tentang Usaha Kecil, sebagai landasan hukum bagi pengembangan Koperasi serta Usaha Kecil. Terwujudnya kemitraan-usaha yang kokoh, akan lebih memberdayakan Koperasi dan Pengusaha Kecil, agar dapat tumbuh-berkembang menjadi kuat dan mandiri. Pada akhirnya tujuan  memantapkan struktur perekonomian nasional, yang seimbang berdasarkan demokrasi ekonomi dan meningkatkan kemandirian serta daya saing perekonomian nasional, dapat dicapai. Untuk itu pemerintah melalui instansi tehnisnya menetapkan kebijakan yang terkoordinasi serta menciptakan iklim yang kondusif.

11.  Hasil Jerih Payah Rakyat

Masih ingat ucapan Pak Harto dalam pidatonya ketika menghadiri Sidang Food and Agriculture Organization di Roma (1985)? Di sana beliau menegaskan bahwa keberhasilan Indonesia berswasembada pangan sebagai hasil kerja keras, jerih payah rakyat pedesaan di Indonesia. Selaku seorang Presiden dari negeri yang tumbuh dari sektor pertanian, Pak Harto tidak membusungkan dada. Beliau tidak menjemput penghargaan internasional itu dengan menyebut sebagai keberhasilannya sebagai seorang pemimpin. Pak Harto yang memiliki pembawaan “rendah hati” tak sekali pun menepuk dada atas keberhasilan pembangunan nasional.
Oleh karena itu, menyadari pentingnya kehidupan koperasi untuk berbagai seluruh tataran masyarakat Indonesia, Pak Harto terus mendorong agar di setiap lapisan masyarakat bisa ditumbuh-kembangkan koperasi. Dari berbagai kebijakan yang dituangkan Pemerintah Orde Baru dalam upaya membangkitkan masyarakat grassroot merupakan konsistensi pemerintah agar kelompok Koperasi dan Usaha Kecil mampu menjadi sokoguru ekonomi nasional. Pemerintah telah mengerahkan segala daya dan upaya mendorong seluruh komponen masyarakat bergiat mendirikan koperasi, dengan harapan memajukan perekonomian nasional berlandaskan gotong-royong.
Koperasi Pemuda Indonesia (Kopindo) yang didirikan di Malang pada tanggal 11 Juni 1981. Koperasi Pemuda Indonesia merupakan koperasi sekunder tingkat nasional dan beranggotakan koperasi-koperasi primer di kalangan generasi muda yang tersebar di seluruh Indonesia. Anggotanya terdiri dari Koperasi Mahasiswa, Koperasi Pramuka, Koperasi Pemuda, Koperasi Siswa dan Koperasi Pondok Pesantren. Secara keseluruhan dari tahun 1985-1996, jumlah Koppontren mencapai 1.067 unit dengan jumlah anggota 232.954 orang.
Undang-Undang Perkoperasian pun sudah berubah, tak lagi bertumpu pada ekonomi kerakyatan. Di zaman reformasi ini koperasi justeru ditopang dengan Undang-Undang N0.17, tahun 2012 yang berkiblat pada ekonomi liberalisme. Apalagi Badan Urusan Logistik (BULOG) yang tadinya berperan sentral terhadap berlangsungnya stock pangan nasional, telah tergabung di dalam area Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Mungkin tak dipahami, bahwa BULOG berada pada garis langsung ke Presiden, sehingga Kepala Pemerintahan bisa langsung memantau situasi stock pangan di negeri ini.