1. Koperasi pada Zaman Orde Baru Hingga
Sekarang
Zaman Orde
baru pun dimulai. Dibawah kepemimpinan Jendral Soeharto, koperasi stabil, dan
mendapat banyak sanjungan dari masyarakat. Berikut perkembangan koperasi di
Indonesia dari Zaman Orde Baru hingga Sekarang.
1. Tanggal 18 Desember 1967, Presiden
Soeharto mengesahkan UU Koperasi No. 12 Tahun 1967 sebagai pengganti UU No. 14
Tahun 1965.
2. Tahun 1969, disahkan Badan Hukum
terhadap badan kesatuan Gerakan Koperasi Indonesia (GERKOPIN).
3. Tanggal 9 Februari 1970,
dibubarkannya GERKOPIN, dan sebagai penggantinya dibentuk Dewa Koperasi
Indonesia (DEKOPIN).
4. Tanggal 21 Oktober 1992, disahkan UU
No. 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian, undang - undang ini merupakan landasan
yang kokoh bagi koperasi Indonesia di masa yang akan datang.
5. Tahun 2000 hingga sekarang,
perkembangan koperasi di Indonesia cenderung stabil.
2.
Sejarah
Menteri Yang Pernah Menjabat
1. Menteri : Sarbini
Kabinet : Pembangunan-I
Periode : 06 Juni 1968 - 28 Maret 1973
1. Menteri : Sarbini
Kabinet : Pembangunan-I
Periode : 06 Juni 1968 - 28 Maret 1973
2. Menteri : Prof. DR. Subroto
Kabinet : Pembangunan-II
Periode : 28 Maret 1973 - 28 Maret 1978
3. Menteri : Drs. Radius PRawiro
Kabinet : Pembangunan-III
Periode : 29 Maret 1978 - 19 Maret 1983
4. Menteri : Bustanil Arifin
Kabinet : Pembangunan-IV
Periode : 19 Maret 1988 - 21 Maret 1988
Kabinet : Pembangunan-IV
Periode : 19 Maret 1988 - 21 Maret 1988
5. Menteri : Bustanil Arifin
Kabinet : Pembangunan-V
Periode : 21 Maret 1988 - 17 Maret 1993
Kabinet : Pembangunan-V
Periode : 21 Maret 1988 - 17 Maret 1993
6. Menteri : Drs. Subiakto Tjakrawerdaya
Kabinet : Pembangunan-VI
Periode : 17 Maret 1993 - 16 Maret 1998
Kabinet : Pembangunan-VI
Periode : 17 Maret 1993 - 16 Maret 1998
7. Menteri : Drs. Subiakto Tjakrawerdaya
Kabinet : Pembangunan-VII
Periode : 16 Maret 1998 - 21 Mei 1998
Kabinet : Pembangunan-VII
Periode : 16 Maret 1998 - 21 Mei 1998
8. Menteri : Adi Sasono
Kabinet : Reformasi Pembangunan
Periode : 23 Mei 1998 - 20 Oktober 1999
Kabinet : Reformasi Pembangunan
Periode : 23 Mei 1998 - 20 Oktober 1999
9. Menteri : Drs. Zarkasih Nur
Kabinet : Persatuan Nasional
Periode : 23 Oktober 1999 - 09 Agustus 2001
Kabinet : Persatuan Nasional
Periode : 23 Oktober 1999 - 09 Agustus 2001
10. Menteri : H. Alimarwan Hanan, SH
Kabinet : Gotong Royong
Periode : 09 Agustus 2001 - 21 Oktober 2004
Kabinet : Gotong Royong
Periode : 09 Agustus 2001 - 21 Oktober 2004
11. Menteri : Suryadharma Ali
Kabinet : Indonesia Bersatu
Periode : 21 Oktober 2004 - Saat ini
Kabinet : Indonesia Bersatu
Periode : 21 Oktober 2004 - Saat ini
3.
Kronologis
Lembaga Yang Menangani Pembinaan Koperasi Pada Saat Itu Adalah Sebagai Berikut
:
1. Tahun
1968
Kedudukan Direktorat Jenderal Koperasi
dilepas dari Departemen Dalam Negeri, digabungkan kedalam jajaran Departemen
Transmigrasi dan Koperasi, ditetapkan berdasarkan :
·
Keputusan Presiden Nomor 183 Tahun 1968
tentang Susunan Organisasi Departemen.
·
Keputusan Menteri Transmigrasi dan
Koperasi Nomor 120/KTS/ Mentranskop/1969 tentang Kedudukan Tugas Pokok dan
Fungsi Susunan Organisasi berserta Tata Kerja Direktorat Jenderal Koperasi. Menjabat
sebagai Menteri Transkop adalah M. Sarbini, sedangkan Dirjen Koperasi tetap Ir.
Ibnoe Soedjono.
2. Tahun
1974
Direktorat Jenderal Koperasi kembali
mengalami perubahan yaitu digabung kedalam jajaran Departemen Tenaga Kerja,
Transmigrasi dan Koperasi, yang ditetapkan berdasarkan :
·
Keputusan Presiden Nomor 45 Tahun 1974
tentang Susunan Organisasi Departemen Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi.
·
Instruksi Menteri Tenaga Kerja,
Transmigrasi dan Koperasi Nomor : INS-19/MEN/1974, tentang Susunan Organisasi
Direktorat Jenderal Koperasi tidak ada perubahan (tetap memberlakukan Keputusan
Menteri Transmigrasi Nomor : 120/KPTS/Mentranskop/1969) yang berisi penetapan
tentang Susunan Organisasi Direktorat Jenderal Koperasi.
Menjabat sebagai Menteri adalah Prof. DR. Subroto, adapun Dirjen Koperasi tetap Ir. Ibnoe Soedjono.
Menjabat sebagai Menteri adalah Prof. DR. Subroto, adapun Dirjen Koperasi tetap Ir. Ibnoe Soedjono.
3. Tahun
1978
Direktorat Jenderal Koperasi masuk dalam
Departemen Perdagangan dan Koperasi, dengan Drs. Radius Prawiro sebagai
Menterinya. Untuk memperkuat kedudukan koperasi dibentuk puia Menteri Muda
Urusan Koperasi, yang dipimpin oleh Bustanil Arifin, SH. Sedangkan Dirjen Koperasi
dijabat oleh Prof. DR. Ir. Soedjanadi Ronodiwiryo.
4. Tahun
1983
Dengan berkembangnya usaha koperasi dan
kompleksnya masalah yang dihadapi dan ditanggulangi, koperasi melangkah maju di
berbagai bidang dengan memperkuat kedudukan dalam pembangunan, maka pada
Kabinet Pembangunan IV Direktorat Jenderal Koperasi ditetapkan menjadi
Departemen Koperasi, melalui Keputusan Presiden Nomor 20 Tahun 1983, tanggal 23
April 1983.
5. Tahun
1991
Melalui Keputusan Presiden Nomor 42
Tahun 1991, tanggal 10 September 1991 terjadi perubahan susunan organisasi
Departemen Koperasi yang disesuaikan keadaan dan kebutuhan.
6. Tahun
1992
Diberlakukan Undang-undang Nomor : 25
Tahun 1992 tentang Perkoperasian, selanjutnya mancabut dan tidak berlakunya
lagi Undang-undang Nomor: 12 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perkoperasian.
7. Tahun
1993
Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor :
96 Tahun 1993, tentang Kabinet Pembangunan VI dan Keppres Nomor 58 Tahun 1993,
telah terjadi perubahan nama Departemen Koperasi menjadi Departemen Koperasi
dan Pembinaan Pengusaha Kecil. Tugas Departemen Koperasi menjadi bertambah
dengan membina Pengusaha Kecil. Hal ini merupakan perubahan yang strategis dan
mendasar, karena secara fundamental golongan ekonomi kecil sebagai suatu
kesatuan dan keseluruhan dan harus ditangani secara mendasar mengingat yang
perekonomian tidak terbatas hanya pada pembinaan perkoperasian saja.
8. Tahun
1996
Dengan adanya perkembangan dan tuntutan
di lapangan, maka diadakan peninjauan kembali susunan organisasi Departemen
Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil, khususnya pada unit operasional, yaitu
Ditjen Pembinaan Koperasi Perkotaan, Ditjen Pembinaan Koperasi Pedesaan, Ditjen
Pembinaan Pengusaha Kecil. Untuk mengantisipasi hal tersebut telah diadakan
perubahan dan penyempurnaan susunan organisasi serta menomenklaturkannya, agar
secara optimal dapat menampung seluruh kegiatan dan tugas yang belum
tertampung.
9. Tahun
1998
Dengan terbentuknya Kabinet Pembangunan
VII berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor : 62 Tahun 1998,
tanggal 14 Maret 1998, dan Keppres Nomor 102 Thun 1998 telah terjadi
penyempurnaan nama Departemen Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil menjadi
Departemen Koperasi dan Pengusaha Kecil, hal ini merupakan penyempurnaan yang
kritis dan strategis karena kesiapan untuk melaksanakan reformasi ekonomi dan
keuangan dalam mengatasi masa krisis saat itu serta menyiapkan landasan yang
kokoh, kuat bagi Koperasi dan Pengusaha Kecil dalam memasuki persaingan
bebas/era globalisasi yang penuh tantangan.
10. Tahun
1999
Melalui Keppres Nomor 134 Tahun 1999
tanggal 10 November 1999 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi
dan Tata Kerja Menteri Negara, maka Departemen Koperasi dan PK diubah menjadi
Menteri Negara Koperasi dan Pengusaha Kecil dan Menengah.
11. Tahun
2000
a) Berdasarkan
Keppres Nomor 51 Tahun 2000 tanggal 7 April 2000, maka ditetapkan Badan
Pengembangan Sumber Daya Koperasi dan Pengusaha Kecil Menengah.
b) Melalui
Keppres Nomor 166 Tahun 2000 tanggal 23 November 2000 tentang Kedudukan, Tugas,
Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non
Departemen. maka dibentuk Badan Pengembangan Sumber Daya Koperasi dan Pegusaha
Kecil dan Menengah (BPS-KPKM).
c) Berdasarkan
Keppres Nomor 163 Tahun 2000 tanggal 23 November 2000 tentang Kedudukan, Tugas,
Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Menteri Negara, maka
Menteri Negara Koperasi dan PKM diubah menjadi Menteri Negara Urusan Koperasi dan
Usaha Kecil dan Menengah.
d) Melalui
Keppres Nomor 175 Tahun 2000 tanggal 15 Desember 2000 tentang Susunan
Organisasi dan Tugas Menteri Negara, maka Menteri Negara Urusan Koperasi dan
UKM diubah menjadi Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah.
12. Tahun
2001
a) Melalui
Keppres Nomor 101 Tahun 2001 tanggal 13 September 2001 tentang Kedudukan,
Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Menteri Negara,
maka dikukuhkan kembali Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah.
b) Berdasarkan
Keppres Nomor 103 Tahun 2001 tanggal 13 September 2001 tentang Kedudukan,
Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Non
Pemerintah, maka Badan Pengembangan Sumber Daya Koperasi dan Pengusaha Kecil
Menengah dibubarkan.
c) Melalui
Keppres Nomor 108 Tahun 2001 tanggal 10 Oktober 2001 tentang Unit Organisasi
dan Tugas Eselon I Menteri Negara, maka Menteri Negara Koperasi dan UKM
ditetapkan membawahi Setmeneg, Tujuh Deputi, dan Lima Staf Ahli. Susunan ini
berlaku hingga tahun 2004 sekarang ini.
4.
Kiprah
Orde Baru
Seusai Pak
Harto dilantik menjadi Presiden RI ke II pada 27 Maret 1968, merupakan awal
berkiprahnya Pemerintahan Orde Baru. Program utamanya, melakukan
pemulihan ekonomi dengan mengatasi inflasi yang mencapai 650% serta hutang luar
negeri sebesar US$. 2,5 miliar. Maka diibentuklah Kabinet Pembangunan I,
terdiri dari para ahli ekonomi, kalangan universitas dan dari Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).
Mencermati
Undang-Undang Perkoperasian yang baru itu, Pak Harto memiliki tahapan konsep
pembangunan ekonomi rakyat terpadu. Bermakna kebersamaan dalam mengisi roda
pembangunan. Melalui kebijakan Pemerintahan Orde Baru, Gerakan Koperasi
Indonesia kembali pada azas dan sendi dasar. Koperasi dibangun sebagai usaha
bersama berdasarkan azas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi. Pembangunan
koperasi merupakan tugas dan tanggungjawab Pemerintah dan seluruh rakyat
Indonesia. Dalam konstalasi pembangunan nasional, memimpin Pemerintahan Orde
Baru, perhatian Presiden Soeharto tidak hanya tertumpah pada pembangunan
politik dan ekonomi secara umum, tetapi secara khusus beliau sepenuhnya
memberikan perhatian kepada pembangunan koperasi.
Sesuai
Undang-Undang No.12, Tahun 1967, merupakan saat-saat merehabilitasi
koperasi-koperasi agar sejalan dengan undang-undang baru tersebut. Maka periode
tahun 1967/1968, pemerintah secara cermat melakukan rehabilitasi dan
konsolidasi terhadap koperasi berdasarkan prinsip-prinsip yang sesuai dengan
jatidirinya. Terbentuknya Koperasi Unit Desa (KUD) adalah gagasan orisinal Pak
Harto. Selanjutnya, perkembangan koperasi di Indonesia merupakan bagian yang
tak terpisahkan dari pembangunan nasional Bangsa Indonesia, sebagai komitmen
Pak Harto untuk mensejahterakan rakyatnya.
5.
Perjalanan
Incoqnito Pertama
pada tahun
1970, Presiden Soeharto melakukan perjalanan incognito pertamanya.
Serangkaian kunjungan dilakukannya untuk mengetahui secara langsung kemajuan
para petani di pedesaan dan tentunya ingin menyaksikan perkembangan program
Bimbingan Massal. Dalam perjalanan incoqnito tersebut beberapa rekan
wartawan senior turut serta. Diantaranya, Soedjarwo dari RRI, Patti
Rajawane dari LKBN Antara, Willy Karamoy (alm) dari TVRI serta beberapa rekan
lainnya (baca buku berjudul Incoqnito yang ditulis oleh Sdr. Mahpudi).
Perjalanan incoqnito
Presiden Soeharto, sebagai wacana untuk melakukan monitoring terhadap
hasil kinerja para pembantunya (pelaksana kebijakan Presiden), seperti yang
telah terurai di atas. Bahwa dalam perjalanan tersebut beliau menemui para
ulama di beberapa Pondok Pesantren, mereka adalah bagian dari rakyat Indonesia.
Apalagi mayoritas penduduk kita menganut agama Islam, yang dibeberapa pondok
pesantren telah terbangun koperasi. Seperti Pondok Pesantren Moderen Gontor,
sejak tahun 1953 telah memiliki koperasi. Selain itu juga sebagai wahana
mendekatkan diri dengan masyarakat, pasca terjadinya kudeta G-30-S/PKI. Di mana
sebagian rakyat di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan di Pulau Dewata
(Bali) masih terhempas dari peristiwa berdarah tersebut. Pak Harto ingin
memastikan keamanan, situasi dan kondisi di pedesaan sudah kondusif untuk
melanjutkan pembangunan nasional melalui sektor pertanian yang ditopang oleh
koperasi.
6.
Pimpinan
Yang Cermat
Ashari
Danudirjo dari Menteri Perindustrian Tekstil Kabinet 100 Menteri) menjadi
Menteri Perdagangan dan Koperasi yang ditugasi merancang Undang-Undang No.12,
tahun 1967, Tentang Perkoperasian. Setelah itu dijadikan Duta Besar RI untuk
Jepang. Pengangkatan Ashari menjadi Duta Besar mempunyai makna strstegis,
terkandung missi mempercepat pelaksanaan bantuan Jepang dalam kerangka alih
teknologi pertanian.
Kita
mengenal Ashari Danudirjo, Basuki Rahmat dan M. Sarbini, ketiga menteri
tersebut perwira tinggi berasal dari TNI-AD, yang diberi tanggungjawab
menangani perkoperasian. Periode tahun itu, pasca terjadinya kupdeta
G-30-S/PKI, kondisi keamanan dalam negeri masih sangat rawan. Sehingga konsep
pembangunan perlu dikawal oleh individu-individu yang diyakini loyal dan tidak
disangsikan pengabdiannya terhadap Pancasila dan Sapta Marga. Di sini saya
melihat, Pak Harto tidak ingin mengambil resiko terhadap perencanaan
pembangunan sektor pertanian dan koperasi sebagai landasan utama dalam
pembangunan nasional. Demikian pula dibentuknya Badan Urusan Logistik (BULOG),
untuk pertama kalinya, Kepala BULOG dijabat Achmad Tirtosudiro yang pernah
menjadi Direktur Jendral Koperasi di bawah Menteri Ashari, adalah seorang
pewira tinggi TNI-AD.
7.
Krisis
Pangan
Krisis
pangan yang terjadi di Indonesia tahun 1972/1973, membawa Indonesia menjadi
pengimpor beras terbesar di dunia. Oleh karena itu, ketika harga minyak melonjak
Pak Harto segera menginstruksikan agar pendapatan ekspor minyak itu juga bisa
dipergunakan untuk membangun gudang-gudang sarana produksi pertanian. Juga
memperbaiki serta membuat jalan-jalan, sarana transportasi ditingkatkan serta
menata sistim kerja yang lebih efesien. Selanjutnya Pemerintahan Orde Baru
mengeluarkan Inpres No. 2, Tahun 1978, yang memberikan kebebasan kepada
BUUD/KUD untuk melakukan berbagai kegiatan ekonomi yang dimilki daerah
pedesaan.
Presiden Soeharto kemudian
menampilkan Bustanil Arifin yang dijadikan Menteri Muda Urusan Koperasi
merangkap Kepala BULOG. Duet Radius Prawiro sebagai Menteri Perdagangan dan
Koperasi serta Bustanil Arifin menghasilkan pertumbuhan serta perkembangan
perkoperasian Indonesia melejit. Berbagai kebijaksanaan meluncur dan BULOG pun
segera membangun gudang-gudangnya secara bertahap, sesuai acuan REPELITA. Namun
berbagai kendala menghadang pada awal tugas Bustanil (1978), ternyata
koperasi-koperasi itu terlalu besar bergerak dalam aspek sosialnya. Aspek
sosial terlalu menojol, sehingga lupa pada aspek-aspek ekonomi, aspek
usaha yang diperlukan sebagai suatu organisasi yang melaksanakan
bisnisnya. Terkadang dalam koperasi, kala itu tidak ada bisnisnya.
Setelah melalui perombakan di tangan
Menteri Muda Koperasi, Koperasi Unit Desa bisa menjangkau seluruh sendi-sendi
kehidupan rakyat. Pertanian (dari gabah, pupuk, obat-obatan hingga sistim
irigasi), perikanan (nelayan hingga tempat pelelangan ikan), peternakan (hingga
penghasil susu sapi & kambing), ayam, produk telur ayam, usaha listrik,
pertambangan, simpan-pinjam, tahu-tempe dan masih banyak lagi. Bahkan di
Timor-Timur (kini Timor Leste) provinsi termuda di Indonesia itu, KUD bisa
berkembang cepat. Pelaksanaan tataniaga kopi sebagai hasil utama setempat, sudah
bisa ditangani oleh KUD.
8.
Peningkatan
Peran Koperasi
Peranan KUD dalam menunjang
peningkatan pangan (beras) menjadi sangat menonjol pada Pelita III (1979-1984).
Dalam periode Pelita III ini penekankan lebih menonojol di segi pemerataan,
yang dikenal sebagai Delapan Jalur Pemerataan.
Peranan KUD di daerah transmigrasi
tak terlepas dari upaya pembangunan daerah baru dalam mencapai kemandiriannya.
Koperasi Unit Desa berhasil menjadi pendorong ekonomi daerah-daerah tersebut
dalam memenuhi kebutuhan pokok, menyalurkan sarana produksi, mendirikan warung
serba ada, menyalurkan Kredit Candak Kulak (KCK), menyewakan sarana
transportasi dan alat-alat pertanian serta pengadaan listrik. Peranan KUD
berhasil mendukung para transmigran di daerah PIR-Trans, sehingga banyak petani
yang bisa menjadi kaya. Di sini terbukti bahwa secara umum, pada dasarnya
koperasi selalu mengemban missi sebagai “agent of development”.
Pada Pelita
IV, koperasi sudah makin berkembang dan memerlukan dukungan kebijakan untuk
memperluas peluang usahanya. Presiden Soeharto menyempurnakannya melalui
Instruksi Presiden No. 4, Tahun 1984, Tentang Pembinaan dan Pengembangan untuk
lebih mendorong KUD menjadi koperasi pedesaan yang serba usaha serta lebih
mampu menjadi wahana ekonomi masyarakat pedesaan sesuai potensi yang dimiliki
desa dan anggotanya. Instruksi Presiden tersebut menggantikan Inpres No. 2,
Tahun 1978.
Selanjutnya,
agar koperasi mampu berperan sebagai sokoguru perekonomian nasional, pemerintah
mengatur kembali ketentuan tentang Perkoperasian di Indonesia melalui
Undang-Undang sebagai pengganti Undang-Undang No.12, Tahun 1967, Tentang
Pokok-Pokok Perkoperasian. Pemerintah kemudian menerbitkan Undang-Undang No.
25, Tahun 1992, tentang Perkoperasian. Terbitnya Undang-Undang No.25, Tanggal
21 Oktober, Tahun 1992, Tentang Perkoperasian, lebih memperkokoh kedudukan
Koperasi dalam percaturan perekonomi Nasional. Undang-Undang ini mempertegas
fungsi dan peran Koperasi. Antara lain berperan aktif dalam upaya mempertinggi
kualitas kehidupan manusia dan masyarakat serta memperkokoh perekonomian rakyat
sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi
sebagai sokogurunya.
9.
Perhatian
Terhadap Kemelut Koperasi
Secara
konsisten Pak Harto segera turun tangan menyelamatkan GKBI. Pemerintah
membentuk care taker (pengurus sementara) yang ditugasi mengatasi
kesulitan tersebut. Tahun 1989, kemelut GKBI mulai tertanggulangi dan tahun
1993 mulai melakukan diversifikasi usaha. Pada akhirnya bekerjasama dengan
pihak swasta dalam negeri, GKBI mampu mendirikan Wisma GKBI terdiri dari 37
lantai, yang berdiri megah di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta.
10. Memacu Kepentingan Rakyat
Pada Kabinet
Pembangunan VI (1994-1999), pemerintah terus melanjutkan pengembangan koperasi.
Selain memperbaharui Undang-Undang Perkoperasian (1992), Pemerintah juga
menerbitkan Undang-Undang No.9, Tahun 1995, Tentang Usaha Kecil, sebagai
landasan hukum bagi pengembangan Koperasi serta Usaha Kecil. Terwujudnya
kemitraan-usaha yang kokoh, akan lebih memberdayakan Koperasi dan Pengusaha
Kecil, agar dapat tumbuh-berkembang menjadi kuat dan mandiri. Pada akhirnya
tujuan memantapkan struktur perekonomian nasional, yang seimbang
berdasarkan demokrasi ekonomi dan meningkatkan kemandirian serta daya saing
perekonomian nasional, dapat dicapai. Untuk itu pemerintah melalui instansi
tehnisnya menetapkan kebijakan yang terkoordinasi serta menciptakan iklim yang
kondusif.
11. Hasil Jerih Payah Rakyat
Masih ingat
ucapan Pak Harto dalam pidatonya ketika menghadiri Sidang Food and Agriculture
Organization di Roma (1985)? Di sana beliau menegaskan bahwa keberhasilan
Indonesia berswasembada pangan sebagai hasil kerja keras, jerih payah rakyat
pedesaan di Indonesia. Selaku seorang Presiden dari negeri yang tumbuh dari
sektor pertanian, Pak Harto tidak membusungkan dada. Beliau tidak menjemput
penghargaan internasional itu dengan menyebut sebagai keberhasilannya sebagai
seorang pemimpin. Pak Harto yang memiliki pembawaan “rendah hati” tak sekali
pun menepuk dada atas keberhasilan pembangunan nasional.
Oleh karena
itu, menyadari pentingnya kehidupan koperasi untuk berbagai seluruh tataran
masyarakat Indonesia, Pak Harto terus mendorong agar di setiap lapisan
masyarakat bisa ditumbuh-kembangkan koperasi. Dari berbagai kebijakan yang
dituangkan Pemerintah Orde Baru dalam upaya membangkitkan masyarakat grassroot
merupakan konsistensi pemerintah agar kelompok Koperasi dan Usaha Kecil mampu
menjadi sokoguru ekonomi nasional. Pemerintah telah mengerahkan segala daya dan
upaya mendorong seluruh komponen masyarakat bergiat mendirikan koperasi, dengan
harapan memajukan perekonomian nasional berlandaskan gotong-royong.
Koperasi
Pemuda Indonesia (Kopindo) yang didirikan di Malang pada tanggal 11 Juni 1981.
Koperasi Pemuda Indonesia merupakan koperasi sekunder tingkat nasional dan
beranggotakan koperasi-koperasi primer di kalangan generasi muda yang tersebar
di seluruh Indonesia. Anggotanya terdiri dari Koperasi Mahasiswa, Koperasi
Pramuka, Koperasi Pemuda, Koperasi Siswa dan Koperasi Pondok Pesantren. Secara
keseluruhan dari tahun 1985-1996, jumlah Koppontren mencapai 1.067 unit dengan
jumlah anggota 232.954 orang.
Undang-Undang
Perkoperasian pun sudah berubah, tak lagi bertumpu pada ekonomi kerakyatan. Di
zaman reformasi ini koperasi justeru ditopang dengan Undang-Undang N0.17, tahun
2012 yang berkiblat pada ekonomi liberalisme. Apalagi Badan Urusan Logistik
(BULOG) yang tadinya berperan sentral terhadap berlangsungnya stock
pangan nasional, telah tergabung di dalam area Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Mungkin tak dipahami, bahwa BULOG berada pada garis langsung ke Presiden,
sehingga Kepala Pemerintahan bisa langsung memantau situasi stock pangan
di negeri ini.